Laporkan Jika Ada Link Mati!

Song From The Heaven (Bab I)

"Aww..!!" Jerit gue panik sambil buru-buru bangun dan memasang kuda-kuda silat, dengan posisi siap menyerang lawan. Lalu tangan gue turun memijit- mijit betis kaki kiri yang cenat-cenutnya nggak ketu- lungan. Sakit banget.

Gimana gue nggak panik dan siap menyerang, coba? Orang lagi enak-enaknya ngimpi pagi sambil bergeli- mang iler (maklum semalem kebagian jatah ronda), tiba-tiba pintu rumah kontrakan gue didobrak dan ditutup cepat seseorang. Udah gitu, kaki gue yang selonjoran deket pintu diinjeknya tanpa ampun.

"Tolong sembunyiin Sheilla ya kak? Please… Please..." Ngiang sebuah suara serak tersenggal masuk ke kuping gue yang belum begitu menguasai keadaan.

Kontan gue yang tadi cuma panik sederhana, seka- rang jadi panik tingkat dewa ketika mata sepet merah ngantuk ini menangkap sesosok gadis manis nggak dikenal, berambut lurus hitam sepunggung yang lagi nyembah-nyembah persis di depan muka gue dengan wajah memelas kayak anak kecil minta duit buat jajan sama Emaknya.

"Please, ya Kak?" dia menghiba lagi.

Perlahan gue teliti gadis itu mulai dari ujung rambut, bentuk muka, bentuk hidung, bentuk bibir, kaosnya yang hitam bergambar  tengkorak ala anime Jepang "Onepiece", Celana Jeans hitam ketat dengan bebe- rapa sobekan dibagian paha, hingga ujung sepatu kets-nya yang gue rasa merek Batu atau Adadeh, berwarna hitam juga. Hasilnya? Asli, nggak kenal dan nggak pernah liat sebelumnya. Tapi, Masya Allah nich cewek imutnya luar biasa, cakep banget kayak bintang iklan shampoo di TV-TV. Cewek darimana ya kok bisa nongol di sini?

"Ya kak? Please…!!" Rajuknya lagi sambil meraih tangan gue dengan wajah gelisah.

Sadar belum kenal, lantas gue beringsut mundur ke belakang. Tapi ups!! Kepanikan gue bertambah heboh ketika sadar kalo sarung yang gue pake gulu- ngannya terurai dan nyaris terlepas dari pinggang. Segera gue benahi sebelum semuanya terlambat, sementara gadis bernama Sheilla itu gue liat mesem- mesem dengan wajah tertunduk merah ke lantai. Entah malu, atau mungkin yang lainnya.

Ugh... Emang sejak mondok di Pondok Pesantren Miftahul Huda-nya Kang Endin (Begitu santri-santri biasa memanggilnya) gue jadi kebawa-bawa istiadat para santri disana, termasuk kebiasaan shalat memakai sarung tanpa pakaian dalam (daleman) masih gue pake sampe sekarang. Abis ribet juga sih kalo tiap mau shalat gue musti nyari-nyari dulu kolor, celana panjang atau pasang jubah kayak para tim pemburu hantu yang sering nongol di TV-TV swasta sambil bawa tasbeh dan botol beling atau kendi dari tanah liat buat wadah setannya kalo ketangkep nanti (busyeh.. Setan kok dibotolin!). Kalo pake sarung kan enak, tinggal gulung langsung Takbiratul Ihram.1

Pernah sekali waktu Kang Endin ngasih penjelasan mengenai batas aurat pria dan wanita menurut kitab "Safinatun Najah" karya Syaikh Salim Bin Abdullah Bin Sa'd. Dalam kitab tersebut djelaskan bahwa yang namanya aurat laki-laki itu terletak diantara pusar hingga lutut, sedangkan aurat wanita adalah selu- ruh tubuh kecuali telapak tangan dan mukanya, sehi ngga ada pendapat yang mengatakan bahwa shalat terlihat aurat maka hukumnya nggak sah kecuali dalam keadaan tertentu yang sifatnya darurat. Lalu iseng-iseng gue nanya, "Bagaimana dengan shalatnya seseorang yang pakai sarung tapi nggak pakai daleman, Kang? Masalahnya kalo lagi sujud, dengkul sama paha suka keliatan dari belakang."

"Hm.... Kalau auratnya terlihat dari belakang atau dari bawah maka shalatnya tetap dianggap sah. Yang dianggap tidak sah itu, adalah bila auratnya terlihat dari atas atau dari depan." jelas beliau dengan gayanya yang khas.

"Oh..." gumam gue sambil gangguk-angguk bingung, sebab beliau nggak ngasih dalil penguat baik dari Qur'an maupun Hadits yang jadi pedoman wajib bagi umat Islam, kalaupun itu pendapat jumhur ulama seharusnya beliau menyebutkan siapa-siapa saja ulamanya serta alasan ulama tersebut memfat- wakan demikian agar keterangan ini nggak hanya sekedar ucapan semata, tapi memang benar-benar shahih sehingga umat bisa mengamalkannya tanpa keraguan sedikitpun.

Gue belum merasa jelas dan pengen nanya lagi biar yakin (maklum gue orangnya kritis, alias nggak gam- pang percayaan sebelum jelas sampe akar-akarnya hehe), tapi si Kodir, temen gue yang hobinya molor kalo guru lagi ngasih materi, mukul kepala gue dengan buku yang ia bulatkan.

"Besok lagi aja nanyanya, udah malem nich. Mata ane udah dua watt setengah" ujarnya menyebalkan.

Ah emang brengsek, jadi ilmu yang gue dapet hari itu ngatung alias belum faham betul. Dan ilmu yang kayak gini ini nich yang biasanya ngederin umat kalo gue sampaikan lagi ke orang lain. Tapi apa daya daripada ntar di kobong2 pala gue ditimpukin rame- rame sama santri lain yang juga udah pada melotot, jadi mending gue tahan di hati aja pertanyaan ini. Dan sialnya sampai sekarang ini gue belum dapat jawaban pastinya, belum lagi kalau gue tambah dengan pertanyaan, "Bagaimana dengan wanita yang memakai mukena tanpa daleman dan terlihat betisnya ketika sujud dari belakang atau terlihat auratnya dari bawah, apakah akan dinilai sah juga menurut ilmu fiqh?"

"Ya kak? Please!" ulangnya lagi dengan wajah yang makin memelas bahkan seperti mau nangis karena udah keliatan kaca-kaca di bulatan bola matanya yang bening.

Baru aja gue narik nafas dan mau buka mulut buat nanya-nanya, tiba-tiba dari arah depan kedengeran agak berisik diiringi bunyi ketukan pintu dan salam seseorang, "Assalamu 'alaykum... punteeen!!!"

Tanpa nunggu izin dari gue, cewek yang ngaku ber- nama Sheilla itu langsung ngumpet ke dalam kamar mandi karena cuma itulah satu-satunya ruangan yang bersekat disini, selebihnya cuma petak ruangan persegi empat tanpa kamar, sementara dapur me- nyatu dengan ruang tengah tanpa pemisah apa-apa. Jadi, kalo ada orang yang iseng berdiri di depan pintu rumah gue, maka dia bakal ngeliat jelas isi rumah gue seutuhnya, kecuali isi kamar mandi yang bersekat itu.

"Wa'alaykum salam" jawab gue sambil berjalan males ke arah pintu, kemudian membukanya setelah yakin cewek misterius bernama Sheilla itu udah rapi ber- sembunyi.

"Permisi, Kang." Sapa seorang pemuda gondrong ber badan kerempeng yang gue lihat ditemenin sama pemuda cepak namun badannya sedikit berotot tanda ia rajin ikut fitness atau sejenisnya (mungkin).

"Wah, jangan-jangan Polisi atau Intel." Pikir gue, ngeri.

"Iya, ada yang bisa saya bantu, Kang?" tanya gue dengan wajah di kalem-kalemin sama dingantuk- ngantukin biar mereka nggak menaruh curiga apa- apa. Sementara  tangan tetap asyik menggulung- gulung ujung sarung ke pinggang, meredam jantung yang kayaknya mulai dag-dig-dug gelisah.

"Maaf Kang, ganggu sebentar" ucapnya lagi sambil celingukan kanan kiri dan sesekali nengok ke dalam kontrakan gue yang berantakan. "Hm.... barangkali si Akang ngeliat cewek yang pake baju serba item, cantik, berambut lurus sepunggung lewat sini?"

"Cewek item tapi cantik?" tanya gue berlagak bego padahal hati deg-degan takut jejak cewek itu ketahu- an sama lelaki ini. Atau tiba-tiba bisa aja si Sheilla itu teriak karena nggak kuat menahan godaan kecoa- kecoa ngesot yang ada di dalam kamar mandi sono, belum lagi penampakan-penam pakan tikus budug yang kadang nongol segede-gede anak kucing. Hih... bisa berabe gue kalo dituduh nyembunyiin anak perawan orang.

"Bukan cewek item Kang, tapi cewek cantik pake baju item. Ini potonya." cowok yang badannya agak gede ngelurusin ucapan gue sambil ngeliatin poto seorang gadis manis melalui layar 5.5 Inch handpho- ne android made in china, miliknya.

"Oh..." gumam gue sambil manggut-manggut faham. Sementara kedua lelaki itu menunggu jawaban gue dengan gelisah.

"Wah maaf Kang, kalo soal itu saya kurang tau karena saya juga baru banget bangun tidur, itu pun setelah denger Akang ngetokin pintu." gue nyoba ngasih alibi yang mudah-mudahan jitu membuat kedua lelaki ini segera hengkang dari depan pintu kontrakan gue.

"Oh.... Maaf ya Kang, soalnya tadi ada yang ngeliat katanya lari ke arah sini makanya saya ngetokin rumah Akang, barangkali Akang ngeliat juga."

"Kebetulan saya nggak lihat Kang. Mungkin aja lari kesana." tunjuk gue ke rimbunan pohon bambu yang jadi pembatas tanah rumah yang gue kontrak deng- an tanah milik oranglain, "Emang ada apa gitu, Kang?" sambung gue sekalian nyari tau.

"Nggak ada apa-apa Kang. Biasa, ABG kabur dari rumah. Jadi, kami dari pihak kepolisian kebagian tugas mencari dan menemukan dia setelah meneri- ma laporan dari fihak keluarganya."

"Oh...." gue ngangguk-ngangguk antara percaya dan nggak sama ocehan lelaki kerempeng yang mirip preman kolong jembatan ini ketimbang orang baik- baik, apalagi Polisi.

"Ya udah kalo gitu saya permisi atuh, Kang. Maaf udah ganggu tidurnya. Mari..." pamitnya sambil me- lengos pergi ninggalin gue yang masih berdiri tegak diambang pintu kontrakan dengan hati deg-degan dan penuh tanda tanya mengenai cewek misterius yang mungkin juga gemeteran di kamar mandi sana karena takut gue bakal buka mulut.

"Mari...." sahut gue agak lega.

Tapi beberapa detik kemudian, si cepak bertubuh gede itu balik badan nyamperin gue lagi dengan tampang serius.

Deg...!! Pasti nih dia mulai curiga, batin gue gelisah.

"Maaf kang..." ucapnya dingin.

"Iya..." sahut gue sambil nganggukin kepala, sopan.

"Akang ngegulung sarungannya ketinggian tuh..." ucapnya sambil berbalik pergi lagi. Sementara gue cuma bisa kaget sambil mengurai gulungan sarung yang memang udah nyaris abis di pinggang karena daritadi asyik gue gulung-gulung.

Kacau... kacau...

***

"Siapa mereka?" tanya gue setelah masuk rumah dan mengunci pintu erat-erat karena khawatir lelaki- lelaki itu curiga dan balik lagi kesini dengan mendo- brak pintu.

"Sheilla laper Kak..." rengeknya manja nggak acuh sama pertanyaan yang gue ajukan.

Waduh... kenal aja belum udah berani minta makan nich kayaknya. Ya udah deh terpaksa gue keluarin pasokan pangan hari ini, lalu gue angetin sebentar dan menyediakan tepat di depannya. Yaaa... meski nggak kenal, tolong menolong adalah perbuatan yang sangat dianjurkan Islam, agama yang gue anut meski pengamalannya masih jauh dari kata kaffah4. Apalagi ini cuma minta sesuatu yang kebetulan gue ada, anggap aja itung-itung ada kesempatan buat bersedekah karena kalo nyengajain sedekah mah jarang-jarang bisa dan rasanya berat banget. Jadi Benar kata Allah bahwa manusia itu punya sifat da- sar kikir dan suka berkeluh kesah seperti yang tertuang dalam Al-Qur'an:

"Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir" (Qs. Al-Ma'arij : 19-21)

Padahal Allah telah berjanji, bahwa siapa saja yang mau menyedekahkan sebagaian hartanya, maka Allah akan membalasnya dengan balasan yang berli- pat ganda sebagaimana firman-Nya,

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang- orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Qs. Albaqarah : 261).

Lalu Nabi Muhammad mempertegas dalam sabda- nya, "Bahwa sedekah tidak akan mengurangi harta", tapi entah kenapa kebanyakan dari kita memang sangat berat bersedekah dan sering merasa ketaku- tan bahwa harta yang kita berikan kepada oranglain akan mengurangi jatah rezeki kita. Terkadang gue berpikir, belum sempurnakah keimanan kita kepada Allah, sebab meragukan salah satu janjinya yaitu akan membalas berlipat ganda dari setiap apa yang kita sedekahkan? Jika kita beriman (percaya bahwa Allah adalah Tuhan yang tidak pernah ingkar janji), seharusnya kita tidak pernah merasa ragu untuk bersedekah, dan jika kita ragu untuk mengeluarkan sebagian harta kita dengan anggapan akan mengura ngi jatah rezeki kita, maka secara tidak langsung kita telah meragukan janji Allah di atas. Astagfirullahal 'adzim.. mudah-mudahan tangan dan hati kita diberi keringanan untuk selalu bersedekah agar hak orang lain dalam harta kita tertunaikan, dan harta kita menjadi bersih kemudian makin bertambah-tambah. Amiin.

"Lho kok cuma diplototin gitu? Katanya laper." tegur gue ketika ngeliat cewek misterius itu cuma bengong.

"Sheilla nggak doyan ginian. Ini apa?" ucapnya sam- bil menunjuk untaian mata Pete, sambel goreng terasi, oseng oncom dan sayur bayem yang kurang lebih nyaris tinggal kuahnya doang.

"Lha, disini cuma ada itu. Abis nggak ada yang ma- sakin sih" cengir gue sok kecakepan padahal kehidu- pan gue, ya kayak gini. Serba minimalis seperti pepatah Emak di kampung dulu, "Inget, daripada duit abis buat makan mah, mending kamu tabungin buat keperlu- an masa depan nanti. Apalagi hidup mah kan nggak selamanya sehat terus, kadang sakit, kadang jualan sepi, kadang harus beli baju, kadang ada keperluan mendadak dan lain sebagainya. Makan mah cukup we sama yang sederhana, yang penting bergizi"

"Masa tamu cakep disuguhin ginian sih Kak? Beliin roti, cake, pizza atau apa kek. Jangan yang kayak ginian. Sheilla nggak doyan." rajuknya manja.

Wew... nich cewek minta kok pake nawar segala. Ngundang aja kagak, ngaku tamu. Masuk rumah gue aja tanpa izin, udah gitu nginjek lagi, eh sekali- nya dijamu malah minta yang macem-macem. Tapi daripada berisik akhirnya gue raih celana panjang yang nyangkut di paku, kemudian memakainya dan keluar membelikan apa yang dia minta.

Di jalan menuju warung, gue masih sempet liat kedua cowok yang tadi ngaku Polisi tengah celingukan di mulut gang sambil nyegatin beberapa orang yang lewat dan menunjukkan layar ponsel-nya ke orang- orang itu, mungkin mereka masih berjuang menemu- kan gadis imut nan bening itu.

"Mereka penjahat yang mau nyulik Sheilla, Kak. Kalau Kakak nggak mau nolong, mungkin Sheilla bakalan dijual ke Batam, ke Jakarta, Papua, Hong- kong atau kemana aja yang bisa ngasih duit gede buat mereka." ucapnya sambil sibuk mengunyah roti yang gue beli di warungnya Teh Novi barusan.

"Tadi mereka ngakunya Polisi, ke Kakak."

"Sheilla tau, makanya tadi Sheilla takut banget kalo Kakak percaya gitu aja sama omongan mereka. Kakak liat aja, mana ada potongan Polisi tampang- nya macem preman pasar loak gitu."

"Ah, Buser tampangnya kan banyak yang kriminil juga buat mengecoh para penjahat."

"Ya... Ya... tapi yang jelas mereka itu bukan Polisi, bukan intel apalagi Buser. Mereka preman suruhan yang mau nyulik Sheilla. Kakak liat dong tampang Sheilla yang manis ini, pasti barang mahal kan buat mereka hehe..." ucapnya sambil terkekeh renyah diantara canda dan memuji diri sendiri. "Kakak lihat deh di berita-berita, sekarang tuh lagi musim anak- anak seusia Sheilla diculik. Ada yang diperkosa terus dibunuh, ada yang dijual ke para hidung belang, ada juga yang dikirim ke luar negeri sebagai wanita penghibur, dan lain-lain."

Iya juga sih. Apa yang dikatakan cewek bernama Sheilla itu memang tengah jadi fenomena unik akhir- akhir ini, di negeri ini. Bahkan cara penculiknya pun terkesan berani, mereka beraksi di siang bolong, bahkan di tengah keramaian orang seperti yang terjadi beberapa bulan lalu dengan korban seorang siswi sebuah SMP Negeri di Kabupaten Sukabumi. Sebut saja Mawar, ketika dia tengah berjalan pulang bersama teman-temannya, tiba-tiba sebuah mobil sedan berwarna hitam menghampirinya. Pengemudi nya lantas berbasa-basi menanyakan sebuah alamat kepada gerombolan anak-anak SMP tersebut. Saat anak-anak sekolah itu berpikir untuk memberi jawa- ban, tiba-tiba pintu belakang mobil sedan tersebut terbuka, dan muncul dua tangan kekar meraih dan menarik paksa siapapun yang dekat dengannya. Mawar yang kebetulan dekat dengan pintu belakang mobil, tidak bisa melakukan banyak perlawanan karena saat tubuhnya tiba di dalam mobil, beberapa tangan kekar sudah menyiapkan sejenis obat bius dan membekapkannya pada muka Mawar sehingga ia pun pingsan. Sementara pengemudi yang tadi basa-basi menanyakan alamat pun lantas tancap gas meninggalkan teman-teman Mawar yang saling berteriak panik.

Kalo inget kesitu dan denger pengakuannya si Sheilla, gue jadi ngeri juga. Meski jujur aja, gue ragu dengan pengakuannya karena raut wajahnya nggak menggambarkan sedikitpun rasa takut layaknya cewek-cewek yang lagi jadi buronan preman seperti di film-film yang serba berurai airmata. Ia malah keliatan santai, damai, ceria dan bahkan tadi sempat bercanda meski sedikit. Sekarang, liat aja suapnya yang gede bisa namatin lima bungkus roti tanpa menyisakan sedikitpun buat gue. Ampun deh... laper apa doyan nich?

"Emangnya Sheilla darimana?" tanya gue mulai nyari tau identitas cewek misterius itu.

"Bandung. Kenapa gitu?"

"Dikejar-kejar sampai sini sama preman-preman itu atau gimana?"

Tuh cewek cuma ngangguk cuek sambil nyedot Ale-ale rasa jeruk yang gue beli bareng roti tadi.

"Kok bisa? Kenapa nggak lapor Polisi aja?"

"Belum sempet ketemu sama Pak Pol. Orang tadi Sheilla disekap dalam mobil kok. Ini aja bisa kabur karena Sheilla izin turun pengen pipis"

"Oh....." gumam gue yakin nggak yakin.

Dia masih cuek dan sibuk dengan rotinya.

"Emang Sheilla mau dibawa kemana sama kriminil-kriminil itu?"

"Denger-denger dari obrolan mereka sih katanya mau dibawa ke Jakarta. Tapi nggak tau juga ding"

"Hm.. Bukannya dari Bandung ke Jakarta lebih deket lewat Cipularang. Kok bisa nyasar ke Sukabumi?"

"Mana Sheilla tau. Tanyain aja sama preman cung- kring tadi, dia yang bawa mobilnya." jawabnya tetep tak acuh. "Sheilla kan tawanan, masa bisa request, lewat Cipularang Om biar deket atau lewat Puncak biar suasananya adem. Aneh...."

"Bukan begitu. Tapi aneh aja ada penjahat nyulik dari Bandung, kok lewat jalur Sukabumi yang macet nya di sana-sini. Logisnya kan..."

"Udah ah, bawel banget jadi cowok! Udah kayak Emak-Emak tukang ngutang di warung aja." potong- nya cepat dan marah bikin gue nggak bisa nerusin kata-kata.

Busyet, galak banget nich cewek. Padahal kenal aja baru beberapa menit yang lalu. Batin gue.

"Numpang tidur Kak, ngantuk banget nich suasana- nya. Lagian semalem kurang tidur kayaknya." ucapnya sambil memasang mode ngantuk, sambil sepa- sang tangannya ia rentangkan ke atas.

Gue mau ngomong lagi, tapi cewek itu malah cuek narik bantal putih (sebenernya sih udah keliatan coklat, maklum jarang banget dicuci) yang biasa gue pake kalo lagi ngorok, lalu meletakan kepalanya seolah gue nggak ada di depannya.

"Oh eh... Mana bisa gitu? Kalo ketauan warga Kakak naro cewek disini, bisa dirajam nich." cegah gue nggak setuju.

"Ikh, bau banget sih bantalnya. Ueekks!! Pasti jigong- nya kakak semua ya?" ia bangun sambil menutup hidungnya yang bangir namun mungil itu.

Idih malah ngeledek.

Ugh... Sebel juga tapi mau gimana lagi sebab dia tamu imut yang pertama kali nyasar ke kontrakan gue. Udah gitu keselamatannya juga terancam, jadi mau nggak mau gue musti nahan emosi dulu hingga suatu saat nanti. Dan tanpa banyak bicara lagi gue bungkus bantal itu dengan kain yang gue ambil dari lemari, lalu menyemprotnya dengan parfum Casablanca beraroma Aqua yang biasa gue pake kalo kondangan atau pergi-pergian doang. Sementara cewek itu gue liat lagi asyik membuka tali sepatunya, dan mengeluarkan sebentuk kaki indah putih dari dalam sepatu yang sejak tadi membungkusnya.

"Nih...." gue nyodorin bantal ke depan wajahnya.

Gadis itu sekilas ngeliat ke arah gue, lalu menerima bantal itu setelah ia meletakkan sepasang sepatunya di salah satu sudut kamar gue.

"Makasih, Kakak baik deh..." ucapnya sok dibikin lembut.

"Ya udah tiduran aja, Kakak mau ke rumah pak RT dulu."

"Mau ngapain?" tanyanya sedikit kaget.

"Ya laporanlah. Kakak nggak mau nanti mati konyol gara-gara digerebek warga, trus ketahuan naro cewek bukan mahram-nya disini."

"Nggak!! Nggak...!!" paras cewek itu berubah panik, ia menatap gue dengan pandangan memohon. "Please jangan deh Kak, Sheilla mohon."

"Lho... Kok gitu? Kalo laporan sama Pak RT kan enak. Mungkin aja dia bisa ngasih jalan keluar atau bisa ngasih keamanan sama Sheilla dari para penja- hat itu, iya kan?" Gue mencoba ngasih penjelasan agar dia tenang. Lagian kalo gue timbun disini, gue khawatir ada warga yang tau trus digerebek. Mending kalau dikawinin, lha kalau diarak keliling kampung sambil ditelanjangin dan di-vermak rame- rame? Fuh.... Bisa rusak reputasi gue sebagai "Peda- gang Mie Ayam teladan se-Sukabumi" ini. Atau lebih parah lagi kalau gebetan gue, si Icha sampai tau gue nyimpen cewek dirumah, wihh.... bisa-bisa jadi deh perang dunia ke-3 meletus. Meski si Icha adalah alumni santri sebuah pondok pesantren yang konon super kalem nggak bawel dan kata orang sih tipe cewek shalehah, toh tetep aja dia manusia yang fitrah dengan sifat cemburunya. So, pasti bakalan ngambek dan bisa jadi nampolin muka gue habis- habisan tanpa ampun.

"Please ya kak...!! Izinin Sheilla ngumpet dulu disini tanpa diketahui siapapun untuk beberapa hari aja. Sheilla janji cepet pergi kalo situasinya udah bener-bener aman." ucapnya memelas dan ditambahi sedikit jurus pamungkas khas cewek, yaitu airmata,  bikin gue nggak bisa ngomong apa-apa lagi yang sifatnya menolak dia buat tinggal disini.

"Boleh, tapi Sheilla harus jujur dulu sama Kakak."

"Jujur tentang apa?"

"Sheilla kabur dari rumah kan?"

Gadis itu sesaat jadi pendiem, lantas ia memeluk kedua lututnya sambil mata berkaca-kaca.

"Bukannya tadi Sheilla udah cerita. Kok Kakak gak percayaan banget sih?" ucapnya pelan, dan nggak seceria tadi.

"Jujur aja, Kakak nggak begitu yakin."

"Ya udah. Nggak apa-apa kalao Kakak nggak percaya mah. Cuma Sheilla tetep mau minta izin buat tinggal disini beberapa hari aja, sampe Sheilla merasa tenang buat pergi lagi."

Gue jadi bingung, mana mungkin gue miara dia disini sebab dia cewek dan gue cowok. Kalo tinggal satu atap bisa timbul fitnah. Atau yang lebih gila lagi kalo pas setan lewat, bisa-bisa gue kepincut sama body tuch cewek sebab dia cantik bahkan lebih cantik dari si Icha. Belum lagi kalo si gondrong tadi tau gue ngumpetin mangsanya disini, bisa runyam hidup gue. Ughhhh....

"Nginep disini juga?"

Cewek itu mengangguk-anggukan kepalanya.

"Nggak takut Kakak jahatin?"

Cewek itu menggeleng lemah.

"Kalau kakak mau perkosa Sheilla, terserah." ucapnya cuek membuat gue kaget setengah mati. Semen- tara dia sudah merem-mereman lagi di depan gue.

Ah gila! Prinsip hidup macam apa yang dia pake? Apa beban hidupnya emang sangat sulit sehingga dia pasrah begitu aja dengan keadaannya? Atau memang bener dia butuh pertolongan gue untuk saat ini?

Arrghh.... Gimana ya??

Posting Komentar

 
Support : Berbagi buku gratis | Dilarang mengkomersilkan | Hanya untuk pelestarian buku
Copyright © 2016. Perpustakaan Digital - All Rights Reserved
Published by Mata Malaikat Cyber Book
Proudly powered by Blogger